17.02

Hukum Puasa Sunnah 6 hari bulan Syawal

Penulis: Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah lil Buhuts wal Ifta'

Dalil-dalil tentang Puasa Syawal

Dari Abu Ayyub radhiyallahu anhu:

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Siapa yang berpuasa Ramadhan dan melanjutkannya dengan 6 hari pada Syawal, maka itulah puasa seumur hidup'." [Riwayat Muslim 1984, Ahmad 5/417, Abu Dawud 2433, At-Tirmidzi 1164]

Hukum Puasa Syawal

Hukumnya adalah sunnah: "Ini adalah hadits shahih yang menunjukkan bahwa berpuasa 6 hari pada Syawal adalah sunnah. Asy-Syafi'i, Ahmad dan banyak ulama terkemuka mengikutinya. Tidaklah benar untuk menolak hadits ini dengan alasan-alasan yang dikemukakan beberapa ulama dalam memakruhkan puasa ini, seperti; khawatir orang yang tidak tahu menganggap ini bagian dari Ramadhan, atau khawatir manusia akan menganggap ini wajib, atau karena dia tidak mendengar bahwa ulama salaf biasa berpuasa dalam Syawal, karena semua ini adalah perkiraan-perkiraan, yang tidak bisa digunakan untuk menolak Sunnah yang shahih. Jika sesuatu telah diketahui, maka menjadi bukti bagi yang tidak mengetahui."
[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/389]

Hal-hal yang berkaitan dengannya adalah:
1. Tidak harus dilaksanakan berurutan.

"Hari-hari ini (berpuasa syawal-) tidak harus dilakukan langsung setelah ramadhan. Boleh melakukannya satu hari atau lebih setelah 'Id, dan mereka boleh menjalankannya secara berurutan atau terpisah selama bulan Syawal, apapun yang lebih mudah bagi seseorang. ... dan ini (hukumnya-) tidaklah wajib, melainkan sunnah."
[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/391]

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
"Shahabat-shahabat kami berkata: adalah mustahab untuk berpuasa 6 hari Syawal. Dari hadits ini mereka berkata: Sunnah mustahabah melakukannya secara berurutan pada awal-awal Syawal, tapi jika seseorang memisahkannya atau menunda pelaksanaannya hingga akhir Syawal, ini juga diperbolehkan, karena dia masih berada pada makna umum dari hadits tersebut. Kami tidak berbeda pendapat mengenai masalah ini dan inilah juga pendapat Ahmad dan Abu Dawud." [Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab]

Bagaimanapun juga bersegera adalah lebih baik: Berkata Musa: 'Itulah mereka telah menyusul aku. Dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Rabbi, supaya Engkau ridho kepadaku. [QS Thoha: 84]

2. Tidak boleh dilakukan jika masih tertinggal dalam Ramadhan

"Jika seseorang tertinggal beberapa hari dalam Ramadhan, dia harus berpuasa terlebih dahulu, lalu baru boleh melanjutkannya dengan 6 hari puasa Syawal, karena dia tidak bisa melanjutkan puasa Ramadhan dengan 6 hari puasa Syawal, kecuali dia telah menyempurnakan Ramadhan-nya terlebih dahulu."

[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/392]

Tanya : Bagaimana kedudukan orang yang berpuasa enam hari di bulan syawal padahal punya qadla(mengganti) Ramadhan ?

Jawab : Dasar puasa enam hari syawal adalah hadits berikut

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan lalu mengikutinya dengan enam hari Syawal maka ia laksana mengerjakan puasa satu tahun."

Jika seseorang punya kewajiban qadla puasa lalu berpuasa enam hari padahal ia punya kewajiban qadla enam hari maka puasa syawalnya tak berpahala kecuali telah mengqadla ramadlannya (Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin)


Hukum mengqadha enam hari puasa Syawal


Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Seorang wanita sudah terbiasa menjalankan puasa enam hari di bulan Syawal setiap tahun, pada suatu tahun ia mengalami nifas karena melahirkan pada permulaan Ramadhan dan belum mendapat kesucian dari nifasnya itu kecuali setelah habisnya bulan Ramadhan, setelah mendapat kesucian ia mengqadha puasa Ramadhan. Apakah diharuskan baginya untuk mengqadha puasa Syawal yang enam hari itu setelah mengqadha puasa Ramadhan walau puasa Syawal itu dikerjakan bukan pada bulan Syawal ? Ataukah puasa Syawal itu tidak harus diqadha kecuali mengqadha puasa Ramadhan saja dan apakah puasa enam hari Syawal diharuskan terus menerus atau tidak ?

Jawaban
Puasa enam hari di bulan Syawal, sunat hukumnya dan bukan wajib berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan kemudian disusul dengan puasa enam hari di bulan Syawal maka puasanya itu bagaikan puasa sepanjang tahun" [Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya]

Hadits ini menunjukkan bahwa puasa enam hari itu boleh dilakukan secara berurutan ataupun tidak berurutan, karena ungkapan hadits itu bersifat mutlak, akan tetapi bersegera melaksanakan puasa enam hari itu adalah lebih utama berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (yang artinya) : "..Dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Rabbku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)" [Thaha : 84]

Juga berdasarakan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah yang menunjukkan kutamaan bersegera dan berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Tidak diwajibkan untuk melaksanakan puasa Syawal secara terus menerus akan tetapi hal itu adalah lebih utama berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya) : "Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus dikerjakan walaupun sedikit"

Tidak disyari'atkan untuk mengqadha puasa Syawal setelah habis bulan Syawal, karena puasa tersebut adalah puasa sunnat, baik puasa itu terlewat dengan atau tanpa udzur.

Mengqadha enam hari puasa Ramadhan di bulan Syawal, apakah mendapat pahala puasa Syawal enam hari


Pertanyaan
Syaikh Abduillah bin Jibrin ditanya : Jika seorang wanita berpuasa enam hari di bulan Syawal untuk mengqadha puasa Ramadhan, apakah ia mendapat pahala puasa enam hari Syawal ?


Jawaban
Disebutkan dalam riwayat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda (yang artinya) : "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa enam hari bulan Syawal maka seakan-akan ia berpuasa setahun"
Hadits ini menunjukkan bahwa diwajibkannya menyempurnakan puasa Ramadhan yang merupakan puasa wajib kemudian ditambah dengan puasa enam hari di bulan Syawal yang merupakan puasa sunnah untuk mendapatkan pahala puasa setahun. Dalam hadits lain disebutkan (yang artinya) : "Puasa Ramadhan sama dengan sepuluh bulan dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan dua bulan"

Yang berarti bahwa satu kebaikan mendapat sepuluh kebaikan, maka berdasarkan hadits ini barangsiapa yang tidak menyempurnakan puasa Ramadhan dikarenakan sakit, atau karena perjalanan atau karena haidh, atau karena nifas maka hendaknya ia menyempurnakan puasa Ramadhan itu dengan mendahulukan qadhanya dari pada puasa sunnat, termasuk puasa enam hari Syawal atau puasa sunat lainnya. Jika telah menyempurnakan qadha puasa Ramadhan, baru disyariatkan untuk melaksanakan puasa enam hari Syawal agar bisa mendapatkan pahala atau kebaikan yang dimaksud. Dengan demikian puasa qadha yang ia lakukan itu tidak bersetatus sebagai puasa sunnat Syawal.

Apakah suami berhak untuk melarang istrinya berpuasa Syawal

Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Apakah saya berhak untuk melarang istri saya jika ia hendak melakukan puasa sunat seperti puasa enam hari Syawal ? Dan apakah perbuatan saya itu berdosa ?


Jawaban
Ada nash yang melarang seorang wanita untuk berpuasa sunat saat suaminya hadir di sisinya (tidak berpergian/safar) kecuali dengan izin suaminya, hal ini untuk tidak menghalangi kebutuhan biologisnya. Dan seandainya wanita itu berpuasa tanpa seizin suaminya maka boleh bagi suaminya untuk membatalkan puasa istrinya itu jika suaminyta ingin mencampurinya. Jika suaminya itu tidak membutuhkan hajat biologis kepada istrinya, maka makruh hukumnya bagi sang suami untuk melarang istrinya berpuasa jika puasa itu tidak membahayakan diri istrinya atau menyulitkan istrinya dalam mengasuh atau menyusui anaknya, baik itu berupa puasa Syawal yang enam hari itu ataupun puasa-puasa sunnat lainnya.

Hukum puasa sunnah bagi wanita bersuami

Pertanyaan
Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : Bagaimanakah hukum puasa sunat bagi wanita yang telah bersuami ?


Jawaban
Tidak boleh bagi wanita untuk berpuasa sunat jika suaminya hadir (tidak musafir) kecuali dengan seizinnya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : "Tidak halal bagi seorang wanita unruk berpuasa saat suminya bersamanya kecuali dengan seizinnya" dalam riwayat lain disebutkan : "kecuali puasa Ramadhan"
Adapun jika sang suami memperkenankannya untuk berpuasa sunat, atau suaminya sedang tidak hadir (bepergian), atau wanita itu tidak bersuami, maka dibolehkan baginya menjalankan puasa sunat, terutama pada hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa sunat yaitu : Puasa hari Senin dan Kamis, puasa tiga hari dalam setiap bulan, puasa enam hari di bulan Syawal, puasa pada sepuluh hari di bulan Dzulhijjah dan di hari 'Arafah, puasa 'Asyura serta puasa sehari sebelum atau setelahnya.

(Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita Muslimah, Amin bin Yahya Al-Wazan)

sumber : http://www.voa-islam.com/news/features/2009/09/20/1177/hukum-puasa-sunnah-6-hari-bulan-syawal/
NEXT.. - Hukum Puasa Sunnah 6 hari bulan Syawal

17.02

Hadits-Hadits Seputar Bulan Sya’ban

oleh: Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi Al-Atsary

Silih bergantinya hari dan bulan adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi setiap muslim. Betapa tidak, Allah telah melimpahkan berbagai rahmat dan kemurahan-Nya kepada umat Islam, berupa kebaikan dan amalan sholih yang disyari’atkan pada hari-hari atau bulan-bulan itu. Dalam sepekan misalnya, ada hari Jum’at yang padanya terdapat sejumlah keutamaan, ada Senin dan Kamis yang merupakan waktu puasa sunnah yang telah dimaklumi keutamaannya. Demikian pula di berbagai bulan ada sejumlah keutamaan padanya, seperti bulan Ramadhan, bulan Dzul Hijjah dan lain-lainnya. Maka sudah sepatutnya bagi seorang muslim untuk mengenal dan mengetahui apa yang dituntunkan agamanya di saat menyongsong bulan-bulan tersebut agar kehidupannya -insyâ’ Allah- menjadi suatu yang sangat berarti dan penuh kebahagiaan di dunia yang fana ini dan sangat bermakna untuk akhiratnya kelak. Namun jangan lupa, bahwa di masa ini sangat banyak terjadi bentuk ritual ibadah yang sama sekali tidak memiliki dasar tuntunannya dalam syari’at kita, karena itu haruslah dibedakan antara hal yang dituntunkan dengan hal yang tidak ada tuntunannya bahkan merupakan perkara baru dalam agama alias bid’ah. Seluruh hal ini harus diperhatikan agar “maksud memetik nikmat” tidak berubah menjadi “menuai petaka”1.

Berkenaan dengan datangnya bulan Sya’ban 1427H, maka berikut ini kami ketengahkan kepada para pembaca yang budiman, beberapa hadits yang berkaitan dengan bulan Sya’ban. Diuraikannya hadits-hadits shohih yang berkaitan dengan bulan Sya’ban ini adalah dalam rangka mengingatkan bahwa hadits-hadits tersebut sepatutnya diamalkan, adapun dijelaskannya hadits-hadits yang lemah adalah dalam rangka menyampaikan nasehat untuk kaum muslimin agar menghindarinya. Semoga Allah mencurahkan taufiq dan ‘inâyah-Nya kepada kita semua.

Beberapa Hadits Shohih Seputar Sya’ban

Hadits Pertama

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلُ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلُ لاَ يَصُوْمُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامً مِنْهُ فِيْ شَعْبَانَ

“Adalah Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan berbuka, dan beliau berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan/pernah berpuasa, maka saya tidak pernah melihat Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan selain bulan Ramadhan dan tidaklah saya melihat paling banyaknya beliau berpuasa di bulan Sya’ban.”

Takhrijul Hadits

Dikeluarkan oleh Al-Bukhâry no. 1969, Muslim no. 1156, Abu Dâud no. 2434, An-Nasâ’i 4/151 dan Ibnu Majah no. 1710 dari ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ.

Fiqih Hadits

Hadits di atas, menunjukkan bahwa Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, sebab hal tersebut merupakan puasa wajib terhadap kaum muslimin. Adapun puasa sunnah maka kebanyakan puasa beliau adalah pada bulan Sya’ban.

Hadits Kedua

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ شَهْرَيْنِ مَتَتَابِعَيْنِ إِلاَّ شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ

“Saya tidak pernah melihat Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali pada Sya’ban dan Ramadhan.”

Takhrijul Hadits

Hadits di atas, dikeluarkan oleh Abu Dâud no. 2336, At-Tirmidzy no. 735, An-Nasâ’i 4/151, 200, Ad-Dârimy 2/29 dan lain-lainnya dari Ummu Salamah radhiyallâhu ‘anhâ. Dan sanadnya shohih.

Fiqih Hadits

Hadits di atas, lebih mempertegas bahwa Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam paling banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Bukan artinya beliau puasa Sya’ban sebulan penuh sebagaimana yang kadang dipahami dari konteks hadits di atas, karena orang yang berpuasa di kebanyakan hari pada suatu bulan, oleh orang Arab, dikatakan dia telah berpuasa sebulan penuh. Maka tidak ada pertentangan antara hadits ini dengan hadits-hadits sebelumnya. Demikian keterangan Imam Ibnul Mubarak rahimahullâh dalam mengkompromikan antara dua hadits di atas.2

Adapun Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullâh, beliau berpendapat bahwa dua hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam pada sebagian tahun beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh dan pada sebagian lainnya beliau hanya berpuasa pada kebanyakan saja.3

Hadits Ketiga

Fari Usamah bin Zaid radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata kepada Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, saya tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam suatu bulan sebagaimana engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?” Maka beliau menjawab,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَب وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعُ عَمَلِيْ وَأَنَا صَائِمٌ

“Itu adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang manusia lalai darinya. Dan ia adalah bulan yang padanya segala amalan akan diangkat kepada Rabbul ‘Alamin. Maka saya senang amalanku diangkat sementara saya sedang berpuasa.”

Takhrijul Hadits

Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad 5/201, Ibnu Abu Syaibah 2/347, An-Nasâ’i 4/201, Ath-Thahawy dalam Syarah Ma’âny Al-Atsâr 2/82, Al-Baihaqy dalam Syu’bul Imân 3/377 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 9/18. Dan sanadnya dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Irwâ’ul Ghalîl 4/103 dan Tamâmul Minnah hal. 412.

Fiqih Hadits

Berkata Ibnu Rajab rahimahullâh, “Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam telah menyebutkan bahwa tatkala (bulan Sya’ban) dihimpit oleh dua bulan yang agung; bulan Harom (Rajab) dan bulan Puasa (Ramadhan), maka manusia pun sibuk dengan keduanya sehingga (Sya’ban) terlalaikan. Dan banyak manusia yang menyangka bahwa puasa Rajab lebuh afdhal dari puasa (Sya’ban) karena ia adalah bulan haram, dan hakikatnya tidak demikian.”4

Dan dari hadits di atas, para ulama juga memetik dua hikmah kenapa Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban, yaitu karena banyak manusia yang lalai darinya dan beliau senang amalan beliau terangkat sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa.

Dan sebagian ulama menyebutkan bahwa hikmah dari puasa Sya’ban adalah sebagai latihan guna menghadapi puasa Ramadhan. Tatkala seseorang telah merasakan manis dan lezatnya berpuasa di bulan Sya’ban, maka ia akan masuk pada bulan Ramadhan dalam keadaan penuh semangat dan kesiapan serta telah terbiasa untuk berpuasa.5

Hadits Keempat

يَطَّلِعُ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ لَيلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ مُشْرِكٌ أَوْ مَشَاحِنٌ

“Allah melihat kepada makhluk-Nya pada malam nishfu (pertengahan) Sya’ban lalu mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bertikai.”

Hadits di atas dikeluarkan oleh sejumlah Imam Ahli Hadist dari hadits Abu Bakr Ash-Shiddîq, Mu’âdz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al-Khusyany, ‘Aisyah, Abu Hurairah, ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, Abu Musa Al-‘Asy’ary, ‘Auf bin Mâlik, ‘Utsmân bil Abil ‘Ash dan Abu Umâmah Al-Bâhily radhiyallâhu ‘anhum, Dan hadits di atas dishohîhkan oleh Syaikh Al-Albany dari seluruh jalannya.6

Hadits di atas adalah satu-satunya hadits shohîh7 yang menunjukkan keutamaan malam nishfu Sya’ban. Dan hal ini berlaku bagi mereka yang mempunyai kebiasaan beribadah pada malam hari yang bertepatan dengan malam nishfu Sya’ban. Ini bukanlah berarti bahwa diizinkan untuk melakukan ibadah-ibadah khusus yang tidak pernah dilakukan pada hari-hari lainnya sebagaimana kebiasaan sebagian manusia yang menghidupkan malam nishfu Sya’ban secara khusus.

Tidak pernah dinukil dari Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam dan para shahabatnya ada yang menghidupkan malam nishfu Sya’ban secara khusus dengan melaksanakan shalat lail dengan melebihkan malam-malam lainnya, apalagi melakukan ritual-ritual khusus yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam agama kita.8

Hadits-Hadits Lemah Seputar Sya’ban

Hadits Pertama

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Adalah Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam bila beliau telah memasuki bulan Rajab beliau berdoa: ‘Ya Allah, berkahilah untuk kami bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan.”

Hadits di atas dikeluarkan oleh Ahmad 1/259, Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 4/no. 3939 dan dalam Ad-Du’â’ no. 911, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Imân 3/375 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 6/269 dari jalan Zâ’idah bin Abi Ar-Ruqâd dari Ziyâd An-Numairy dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu. Zâ’idah bin Abi Ar-Ruqâd menurut Imam Al-Bukhâry munkarul hadits, dan Ziyâd An-Numairy juga lemah sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Adz-Dzahaby dalam Mizânul I’tidâl. Dan hadits di atas dilemahkan pula oleh Syaikh Al-Albâny dalam Dho’îful Jami’.

Hadits Kedua

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَرُبَّمَا أَخَرَ ذَلِكَ حَتَّى يَجْتَمِعَ عَلَيْهَ صَوْمُ السَّنَةِ وَرُبَّمَا أَخَّرَهُ حَتَّى يَصُوْمُ شَعْبَانُ

“Adalah Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam biasa berpuasa tiga hari dalam sebulan. Dan kadang beliau mengakhirkan hal tersebut hingga terkumpul puasa setahun, dan kadang beliau akhirkan hingga beliau berpuasa Sya’ban.”

Hadits di atas dikeluarkan oleh Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 2/no. 2098. Dan dalam sanadnya ada ‘Abdurrahman Ibnu Abi Lailah dan beliau dha’îful hadîts (lemah haditsnya). Demikian keterangan Al-Haitsamy dalam Majma’ Az-Zawâ’id 3/441 dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bâry 4/214.

Hadits Ketiga

رَجَبُ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانُ شَهْرِي وَرَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِىْ

“Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulannya umatku.”

Derajat Hadits

Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Baihaqy dalam Syu’abul Imân 3/374 dari jalan Nûh bin Abi Maryam dari Zaid Al-‘Ammy dari Yazid Ar-Raqâsyi dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ‘anhu. Berkata Al-Baihaqy setelah meriwayatkannya, “Sanad ini sangatlah mungkar.” Dan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Tabyîn Al-Ujab telah menegaskan bahwa hadits ini adalah hadits palsu dari kedustaan Nuh bin Abi Maryam.

Dan Syaikh Al-Albany dalam Adh-Dha’îfah no. 4400 menyebutkan bahwa Al-Ashbahâny dalam At-Targhîb membawakan riwayat lain dengan sanad yang mursal dari AL-Hasan Al-Bashry. Dan demikian pula disebutkan oleh Asy-Syaukâny dalam Nailul Authâr 4/331, 621 dikeluarkan oleh Abul Fath Ibnu Abil Fawâris.

Hadits Keempat

فَضْلُ رَجَبَ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ الْقُرْآنِ عَلَى سَائِرِ الأَذْكَارِ، وَفَضْلُ شَعْبَانَ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ مُحَمَّدٍ عَلَى سَائِرِ الأَنْبِيَاءِ، وَفَضْلُ رَمَضَانَ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ

“Keutamaan Rajab terhadap bulan-bulan yang lain adalah seperti keutamaan Al-Qur’ân terhadap dzikir-dzikir selainnya, dan keutamaan Sya’ban terhadap bulan-bulan selainnya adalah seperti keutamaan Muhammad terhadap nabi-nabi selainnya, dan keutamaan Ramadhan terhadap bulan-bulan selainnya adalah seperti keutamaan Allah terhadap segenap hamba-Nya.”

Derajat Hadits

Hadits di atas adalah hadits palsu. Demikian keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Tabyîn Al-Ujab sebagaimana dalam Kasyful Khafa’ karya Al-Ajlûny 2/85 dan Al-Mashnû’ fi Ma’rifah Al-Hadits Al-Maudhû’ karya ‘Ali Qâri’ hal. 128.

Hadits Kelima

سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الصَّوْمِ أَفْضَلُ بَعْدَ رَمَضَانَ؟ فَقَالَ شَعْبَانُ لِتَعْظِيْمِ رَمَضَانَ، قِيْلَ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ صَدَقَةٌ فِيْ رَمَضَانَ

“Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam ditanya, ‘Puasa apakah afdhol* setelah Ramadhan?’ Beliau menjawab, ‘Sya’ban, untuk mengagungkan Ramadhan.’ Kemudian ditanyakan lagi, ‘Shodaqah apakah yang afdhol?’ Beliau menjawab, ‘Shodaqah pada bulan Ramadhan.’”

Derajat Hadits

Dikeluarkan oleh At-Tirmidzy no. 663 dan Al-Baihaqy dalam Syu’abul Imân dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu. Dan dalam sanadnya ada Shodaqah bin Musa dan beliau dho’îful hadîts. Hadits ini dilemahkan oleh At-Tirmidzy, As-Suyuthy dan Al-Albany.9 Demikian pula dilemahkan oleh Al-Hâfizh Ibnu Hajar10 dan beliau menganggap bahwa hadits di atas menyelisihi hadits Abu Hurairah riwayat Muslim no. 1163 dengan lafazh,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ صَّلاَةُ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah bulan Allah Al-Muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat lail.”

Bulan Al-Muharram yang diinginkan dalam hadits mungkin bulan Muharram yang merupakan awal bulan dalam penanggalan Islam dan mungkin juga seluruh bulan harom dalam Islam yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab.11

Hadits Keenam

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلُ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلُ لاَ يَصُوْمُ وَكَانَ أَكْثَرَ فِيْ شَعْبَانَ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ مَالِيْ أَرَى أَكْثَرَ صِيَامِكَ فِيْ شَعْبَانَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّهُ شَهْرٌ يُنْسَخُ لِمَلَكِ الْمَوْتِ مِنْ يَقْبَضُ فَأُحِبُّ أَنْ لاَ يُنْسَخَ اسْمِيْ إِلاَّ وَأَنَا صَائِمٌ

“Adalah Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak (akan/pernah) berbuka, dan beliau berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak (akan/pernah) berpuasa, dan kebanyakan puasa beliau pada bulan Sya’ban. Maka saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, kenapa saya melihat kebanyakan puasamu (adalah) pada bulan Sya’ban?’ Beliau berkata, ‘Wahai ‘Aisyah, ia adalah bulan yang dituliskan untuk malaikat maut siapa yang akan dicabut nyawanya, maka saya senang namaku ditulis sedang saya dalam keadaan berpuasa.’”

Derajat Hadits

Hadits di atas disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Al-Ilal 1/250-251 dari hadits ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ. Beliau menanyakan kedudukan hadits ini kepada ayahnya, Abu Hatim -salah seorang pakar Ilalul hadits di masanya-. Maka Abu Hatim berkomentar bahwa hadits tersebut adalah hadits yang mungkar.

Hadits Ketujuh

خَمْسُ لَيَالٍ لاَ تُرَدُّ فِيْهِنَّ الدَّعْوَةُ: أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَب، وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، وَلَيْلَةُ الْجُمُعَةِ، وَلَيْلَةُ الْفِطْرِ، وَلَيْلَةُ النَّحْرِ

“Ada lima malam yang tidak tertolak padanya doa: awal malam pada bulan Rajab, malam nishfu Sya’ban, malam Jum’at, mala ‘Iedul Fitri dan malam ‘Iedul Adha.”

Derajat Hadits

Dikeluarkan oleh Ibnu ‘Asâkir dan Ad-Dailamy dari hadits Abu Umâmah Al-Bâhily radhiyallâhu ‘anhu. Demikian keterangan Syaikh Al-Albâny dalam Adh-Dha’îfah no. 1452 dan beliau memvonis hadits di atas sebagai hadits maudhû’ (palsu).

Hadits Kedelapan

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا. فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَلاَ مِنْ مَسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مِنْ مُسْتَرْزِقٍ فَأَرْزُقَهَ أَلاَ مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

“Bila datang malam nishfu Sya’ban maka lakukanlah Qiyam Lail dan puasa pada siang harinya, karena ketika matahari terbenam Allah turun pada malam itu ke langit dunia dan berkata, ‘Adakah yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya, adakah yang memohon rezki, niscaya Aku akan memberikannya, adakah yang tertimpa penyakit, niscaya Aku akan menyembuhkannya, adakah…, adakah… hingga terbit fajar.’”

Derajat Hadits

Dikeluarkan oleh Ibnu Mâjah no. 1388, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Imân 3/378, Al-Mizzy dalam Tahdzîbul Kamâl. Seluruh ulama sepakat akan lemahnya hadits di atas. Namun Syaikh Al-Albâny dalam Adh-Dha’îfah no. 2132 berpendapat bahwa sanad hadits di atas adalah palsu, karena Ibnu Abi Sarbah -salah seorang perawinya- telah dicap oleh Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in sebagai pemalsu hadits.

Hadits Kesembilan

مَنْ أَحْيَا لَيْلَتَي الْعِيْدَيْنِ وَلَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوْتُ الْقُلُوْبُ

“Siapa yang menghidupkan malam dua ‘Ied dan malam nishfu Sya’ban, niscaya hatinya tidak akan mati pada hari semua hati menjadi mati.”

Derajat Hadits

Hadits di atas dikeluarkan oleh Ibnu Jauzy dalam Al-‘Ilal Al-Mutanâhiyah 2/71-72 dari shahabat Kurdûs radhiyallâhu ‘anhu. Demikian pula disebutkan oleh Al-Hâfizh Ibnu Hajar dalam Al-Ishôbah 5/585 dan Ibnu Atsîr dalam Usudul Ghâbah 1/931. Al-Hâfizh menyatakan bahwa Marwân bin Salîm -salah seorang perawinya- adalah seorang rawi yang matrûk (ditinggalkan haditsnya) dan muttaham bil kadzib (dituduh berdusta). Dalam Lisânul Mizân pada biografi ‘Isa bin Ibrahim bin Thahmân -salah seorang perawi hadits di atas- Ibnu Hajar menghukumi hadits di atas sebagai hadits yang mungkar lagi mursal.

إِذَا كَانَ النِّصْفُ مِنْ شَعْبَانَ فَلاَ صَوْمَ حَتَّى يَجِيْئَ رَمَضَانُ

“Apabila masuk pertengahan dari bulan Sya’ban maka tidak ada lagi puasa hingga datangnya bulan Ramadhan.”

Derajat Hadits

Hadits di atas dikeluarkan oleh ‘Abdurrazzâq 4/161, Ibnu Abi Syaibah 2/284, Ahmad 2/442, Ad-Dârimy 2/29, Abu Dâud no. 2337, Ibnu Mâjah no. 1651, Ibnu Hibbân no. 3589, 3591, Ad-Dâruquthny 2/191, Ath-Thâhawy dalam Syarah Ma’âny Al-Atsâr 2/82, Ibnu Ady dalam Al-Kâmil 5/280, Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 7/no. 6863 dan dalam Musnad Asy-Syamiyyîn no. 1827, Al-Baihaqy 4/209 dan Al-Khathib 8/48.

Terjadi silang pendapat di kalangan para ulama tentang kedudukan hadits di atas. Kesimpulan dari apa yang disebutkan oleh Ibnu Rajab12, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah13, Ibnu Hajar14, dan Al-‘Ainy15 bahwa hadits dishohihkan oleh At-Tirmidzy, Ath-Thâhawy, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Ibnu ‘Abdil Barr, Ibnu Asakir dan Ibnu Hazm. Di versi lain, hadits di atas telah dilemahkan oleh sejumlah ulama yang lebih besar dan lebih berilmu dari mereka dimana mereka berkata bahwa hadits di atas adalah hadits yang mungkar. Demikian komentar Imam Ahmad, ‘Abdurrahman bin Mahdi, Abu Zur’ah Ar-Razy dan Al-Atsram serta diikuti oleh Abu Ya’la Al-Khalily16 dan Az-Zarkasyi17 dan lainlainnya. Imam Ahmad berkata bahwa hadits di atas adalah hadits yang paling mungkar yang diriwayatkan oleh Al-‘Alâ’ bin ‘Abdurrahman.

Dan insya’ Allah pendapat para ulama yang melemahkannya ini yang paling tepat, karena mereka mereka itulah yang merupakan rujukan dan acuan dalam masalah kedudukan dan derajat sebuah hadits.

Hadits Kesebelas

يَا عَلِيُّ مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ مِئَةَ رَكْعَةٍ بِأَلْفِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ قَضَى اللهُ لَتهُ كَلَّ حَاجَةٍ طَلَبَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ

“Wahai ‘Ali, siapa yang shalat malam nishfu Sya’ban seratus raka’at dengan (membaca) ‘Qul Huwallâhu Ahad’ seribu (kali) maka Allah akan menunaikan seluruh hajat yang dia minta pada malam itu.”

Derajat Hadits

Hadits ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Manâr Al-Munîf hal. 78 dan Asy-Syaukâny dalam Al-Fawâ’id Al-Majmû’ah hal. 50-51 sebagai hadits yang maudhû’ (palsu). Dan baca pula lafazh yang mirip dengannya dalam Lisânul Mizân karya Al-Hâfizh Ibnu Hajar pada biografi Muhammad bin Sa’îd Ath-Thabary.

Berkata Syaikh Ibnu Baz rahimahullâh, “Adapun (hadits-hadits) yang menjelaskan tentang shalat pada malam (nishfu Sya’ban) seluruhnya adalah maudhû’ (palsu) sebagaimana yang diingatkan oleh banyak ulama.”18

Dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan bahwa orang yang melakukan shalat pada malam nishfu Sya’ban ada tiga tingkatan:

Satu: Orang yang melakukan kebiasaan shalatnya sebagaimana hari-hari lainnya, tanpa meyakini adanya keutamaan khusus bagi orang yang melakukan shalat pada malam nishfu Sya’ban. Yang seperti ini tidak mengapa, karena tidak ada padanya bentuk bid’ah dalam agama.

Dua: Ia melakukan shalat pada malam nishfu Sya’ban tidak pada selainnya. Ini adalah bid’ah dalam agama, karena Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam dan para shahabatnya tidak pernah melakukannya dan tidak mencontohkannya.

Tiga: Ia melakukan shalat dengan jumlah raka’at tertentu pada setiap tahun. Ini lebih besar bid’ahnya dan lebih jauh dari Sunnah ketimbang yang kedua. Karena hadits-hadits tentang hal tersebut semuanya maudhû’ (palsu).19

Hadits Kedua Belas

مَنْ قَرَأَ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ أَلْفَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ بَعَثَ اللهُ إِلَيْهِ مِئَةَ أَلْفِ مَلَكٍ يُبَشِّرُوْنَهُ

“Siapa yang membaca pada malam nishfu Sya’ban ‘Qul Huwallâhu Ahad’ seribu kali, niscaya Allah akan mengutus untuknya seratus ribu malaikat memberi kabar gembira kepadanya.”

Derajat Hadits

Hadits ini disebutkan oleh Al-Hâfizh Ibnu Hajar dalam Lisânul Mizân pada biografi Muhammad bin ‘Abd bin ‘Amir As-Samaqandy sebagai salah satu bentuk/(contoh) hadits palsunya. Dan disebutkan pula oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Manâr Al-Munîf hal. 78.

Hadits Ketiga Belas

مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثِنْتَيْ عَشَرَ رَكْعَةً يِقْرَأُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ ثَلاَثِيْنَ مَرَّةً قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ شُفِّعَ فِيْ عَشَرَةٍ قَدِ اسْتَوْجُبُوْا النَّارَ

“Siapa yang shalat pada malam nishfu Sya’ban 12 raka’at, pada setiap raka’at ia membaca ‘Qul Huwallâhu Ahad’ tiga puluh kali, niscaya Allah akan mengizinkannya untuk memberi syafa’at kepada sepuluh orang yang telah wajib masuk neraka.”

Derajat Hadits

Hadits ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Manâr Al-Munîf hal. 78 sebagai hadits yang maudhû’ (palsu).

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh, “Yang mengherankan, ada sebagian orang yang telah menghirup harumnya ilmu Sunnah tertipu dengan igauan ini dan melakukan shalat itu. Padahal shalat tersebut hanya diada-adakan setelah empat ratus tahun (munculnya/lahirnya) Islam dan munculnya di Baitul Maqdis, kemudian dipalsukanlah sejumlah hadits tentangnya.”

Hadits Keempat Belas

مَنْ أَحْيَا اللَّيَالِيَ الْخَمْسَ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ: لَيْلَةُ التَّرْوِيَةِ، وَلَيْلَةُ عَرَفَةَ، وَلَيْلَةُ النَّحْرِ، وَلَيْلَةُ الْفِطْرِ، وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ

“Siapa yang menghidupkan malam-malam yang lima (ini), maka wajib baginya surga: malam Tarwiyah*, malam ‘Arafah, malam ‘Iedul Adha, malam ‘Iedul Fitri dan malam nishfu Sya’ban.”

Derajat Hadits

Hadits di atas dikeluarkan oleh Al-Ashbahâny dari Mu’âdz bin Jabal, dan dianggap sebagai hadits palsu oleh Syaikh Al-Albâny dalam Dha’îf At-Targhîb no. 667.

Bid’ah-bid’ah Seputar Sya’ban

Sebagai tambahan faedah terhadap penyebutan hadits-hadits di atas, maka berikut ini beberapa keterangan para ulama berkaitan dengan sejumlah bid’ah yang berkembang di tengah kaum muslimin pada bulan Sya’ban20:

1. Merayakan malam nishfu Sya’ban.

2. Mengkhususkan shalat seratus raka’at pada malam nishfu Sya’ban dengan membaca surah Al-Ikhlash sebanyak seribu kali. Shalat ini dinamakan shalat Alfiyah.

3. Mengkhususkan shalat pada malam nishfu Sya’ban dan berpuasa pada siang harinya.

4. Mengkhususkan doa pada malam nishfu Sya’ban.

5. Shalat enam raka’at dengan maksud menolak bala, dipanjangkan umur dan berkecukupan.

6. Seluruh doa yang dibaca ketika memasuki bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan. Karena semua bersumber dari hadits yang lemah.

7. Menghidupkan api dan lilin pada malam nishfu Sya’ban.

8. Berziarah ke kuburan pada malam nishfu Sya’ban dan menghidupkan api di sekitarnya. Dan kadang para perempuan juga ikut keluar.

9. Mengkhususkan membaca surah Yasin pada malam nishfu Sya’ban.

10. Mengkhususkan berziarah kubur pada bulan Rajab, Sya’ban, Ramadhan dan pada hari ‘Ied.

11. Mengkhususkan bershodaqah bagi ruh yang telah meninggal pada tiga bulan tersebut.

12. Meyakini bahwa malam nishfu Sya’ban adalah malam Lailatul Qadri.

13. Membuat makanan pada hari nishfu Sya’ban kemudian membagikannya kepada fakir miskin dengan anggapan makanan untuk kedua orang tua yang meninggal

Footnote:

1 Baca pembahasan Bid’ah dan Bahayanya dalam majalah An-Nashihah vol. 06 pada Rubrik Manhaj.

2 Keterangan Ibnul Mubarak disebutkan oleh Imam At-Tirmidzy setelah membawakan hadits di atas. Dan baca juga Fathul Bâry 4/214.

3 Majmu’ Fatâwâ beliau 15/416.

4 Lathô’if Al-Ma’ârif, hal. 138 karya Ibnu Rajab.

5 Lathô’if Al-Ma’ârif, hal. 138 karya Ibnu Rajab.

6 Baca Silsilah Ahâdîts As-Shohîhah, no. 1144 dan risalah “Husnul Bayân fimâ Warada fi Lailah An-Nishf min Sya’bân” karya Masyhûr Hasan Salmân.

7 Kebanyakan para ulama menganggap bahwa tidak ada satu hadits pun yang shohîh berkaitan dengan keutamaan Nishfu Sya’ban. Di antara mereka yang menganggap seperti itu, Al-Hafizh Ibnu Dihyah, Abu Bakr Ibnul ‘Araby, Al-Qurthuby, Jamalauddin Al-Qasimy, Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan lain-lainnya. Dan sebagian penulis di masa ini ada yang tidak menyetujui Syaikh Al-Albany dalam menshohihkan hadits di atas. Kami dalam permasalahan kali ini belum sempat untuk lebih meneliti masalah ini. Semoga Allah memudahkannya di waktu lain.

8 Akan datang penjelasan tentang bid’ah-bid’ah seputar Sya’ban.

* Afdhol dalam bahasa Arab bermakna “paling utama” atau “lebih utama”.

9 Baca Irwâ’ul Ghalîl 3/397.

10 Fathul Bâry 4/214.

11 Demikian keterangan Ibnu Taimiyah sebagaimana yang dinukil oleh muridnya, Ibnu Qayyim dalam I’lâmul Muwaqqi’în 4/293.

12 Lathô’if Al-Ma’ârif, hal. 151 karya Ibnu Rajab.

13 Al-Furûsiyah, hal 247.

14 Fathul Bâry 4/129.

15 ‘Umdah Al-Qâri’ 11/85.

16 Al-Irsyâd 1/218, karya Al-Khalîly dan beliau menyebutkan bahwa hadits di atas termasuk hadits-hadits yang Al-‘Alâ’ bersendirian dalam meriwayatkannya dan tidak ada pendukungnya.

17 An-Nukat ‘alâ Muqaddimah Ibnu Ash-Sholâh, karya Az-Zarkasyi 1/364-365.

18 Risalah yang ketiga tentang hukum merayakan nishfu Sya’ban dari buku beliau At-Tahdzîr min Al-Bida’, hal. 22.

19 Diringkas dari Fatâwâ beliau pada jilid 20.

* Malam Tarwiyah adalah malam menjelang hari Tarwiyah yang jatuh pada tanggal 8 Dzulhijjah setiap tahunnya.

20 Disarikan dari buku Mu’jam Al-Bida’, hal. 299-301 dan Al-Bida’ Al-Hauliyah, hal. 300-304.

(Dinukil dari Majalah An-Nashihah Vol. 11 Th. 1/ 1427H/2006M, kategori: Hadits, judul: Hadits-Hadits Seputar Bulan Sya’ban, hal. 46-52, untuk http://akhwat.web.id)


NEXT.. - Hadits-Hadits Seputar Bulan Sya’ban

20.57

Kisah Nyata Seorang Pemuda Muslim Di Amerika

Ada seorang pemuda Arab yang baru saja menyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya. Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di Amerika, ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani. Hubungan mereka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk Islam.

Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampung tersebut. Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Semula ia berkeberatan, namun karena ia terus mendesak akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka.

Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghormatan lantas kembali duduk. Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, "Di tengah kita ada seorang muslim. Aku berharap ia keluar dari sini." Pemuda Arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata, "Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya." Barulah pemuda ini beranjak keluar. Dia ambang pintu ia bertanya kepada Sang Pendeta, "Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang muslim?" Pendeta itu menjawab, "Dari tanda yang terdapat di wajahmu." Kemudian ia beranjak hendak keluar. Namun Sang Pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan, tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan sekaligus mengokohkan markasnya. Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut. Sang Pendeta berkata, "Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus menjawabnya dengan tepat." Si pemuda tersenyum dan berkata, "Silakan!"

Sang Pendeta pun mulai bertanya,

1. Sebutkan satu yang tiada duanya,

2 Dua yang tiada tiganya,

3 Tiga yang tiada empatnya,

4 Empat yang tiada yang limanya,

5 Lima yang tiada enamnya,

6 Enam yang tiada tujuhnya,

7 Tujuh yang tiada delapannya,

8 Delapan yang tiada sembilannya,

9 Sembilan yang tiada sepuluhnya,

10. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh,

11 Sebelas yang tiada dua belasnya,

12 Dua belas yang tiada tiga belasnya,

13 Tiga belas yang tiada empat belasnya,

14 Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas nemun tidak mempunyai ruh!

15 Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya?

16 Siapakah yang berdusta namun masuk ke surga?

17 Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya?

18 Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu!

19 Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakan yang terpelihara dari api?

20 Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yang diadzab dengan batu dan siapakah yang terpelihara dari batu?

21 Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar!

22 Pohon apakah yang mempunyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan 2 di bawah sinaran matahari?

Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu tersenyum dengan senyuman mengandung keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah ia berkata,

1. Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.

2 Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang, Allah SWT berfirman, "Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami)." (Al-Isra': 12).

3 Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan ketika menegakkan kembali dinding yang hampir roboh.

4 Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur'an.

5 Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu.

6 Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ketika Allah SWT menciptakan makhluk.

7 Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis. Allah SWT berfirman, "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang." (Al-Mulk: 3).

8 Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy Ar-Rahman. Allah SWT berfirman, "Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arsy Rabbmu di atas kepala mereka." (Al-Haqah: 17).

9 Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mukjizat yang diberikan kepada nabi Musa : tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang

10 Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah kebaikan. Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat." (Al-An'am: 160).

11 Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara Yusuf.

12 Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mukjizat Nabi Musa yang terdapat dalam firman Allah, "Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu.' Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air." (Al-Baqarah: 60).

13 Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah ayah dan ibunya.

14 Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Subuh. Allah SWT berfirman, "Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing." (At-Takwir: 18). 15Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus AS.

16 Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf, yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya, "Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala." Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka, "Tak ada cercaan terhadap kalian" Dan ayah mereka Ya'qub berkata, "Aku akan memohonkan ampun kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

17 Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai." (Luqman: 19).

18 Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, malaikat, unta Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim.

19 Makhluk yang dciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman, "Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim." (Al-Anbiya: ).

20 Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-Habul Kahfi (penghuni gua).

21 Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya wanita, sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar." (Yusuf: 28).

22 Adapun pohon yang memiliki 12 ranting, mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan 2 di bawah sinaran matahari maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari.

Pendeta dan para hadirin merasa takjub mendengar jawaban pemuda muslim tersebut. Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. namun ia mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh Sang Pendeta.

Pemuda ini berkata, "Apakah kunci surga itu?" Mendengar pertanyaan itu lidah Sang Pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya namun hasilnya nihil. Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak.

Mereka berkata, "Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab, sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu menjawabnya!"

Pendeta tersebut berkata, "Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian marah."

"Mereka menjawab, "Kami akan menjamin keselamatan anda." Sang Pendeta pun berkata, "jawabannya ialah Asyhadu alla Illaaha Illallaah wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah."

Lantas Sang Pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu memeluk agama Islam. Sungguh Allah telah menganugerahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.

Kisah nyata ini diambil dari mausu'ah Al-Qishash Al-Waqi'ah melalui internet, www.gesah.net Kaum yang berpikir (termasuk para pendeta) sedianya telah mengetahui bahwa Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan akan menjaga manusia dalam kesejahteraan baik di dunia dan di akhirat. Apa yang menyebabkan hati-hati para pendeta itu masih tertutup bahkan cenderung mereka sendiri yang menutup rapat jiwanya. Semoga Allah SWT memberikan hidayah kepada mereka yang mau berpikir. Amiin..

sumber : http://prahesticaa.blogspot.com/2010/02/kisah-nyata-seorang-pemuda-muslim-di.html

NEXT.. - Kisah Nyata Seorang Pemuda Muslim Di Amerika

20.55

KATA-KATA

TERTAWA

Sekali tertawa

pusing kepala hilang.

Dua kali tertawa

bencipun sirna.

Tiga kali tertawa

persoalan lari.

Empat kali tertawa

penyakit sembuh.

Lima kali tertawa

jadi awet muda.

Enam kali tertawa

hati penuh sukacita.

==================================

SENYUM

Sekali senyum

curiga hilang.

Dua kali senyum

jadi sahabat.

Tiga kali senyum

hati penuh damai.

Empat kali senyum

beban jadi ringan.

Lima kali senyum

rezeki datang.

Enam kali senyum

keluarga rukun.

==============================

HATI

Hati yang gembira

adalah obat yang manjur.

Hati yang keras

menemui jalan buntu.

Hati yang lembut

mendatangkan sahabat.

Hati yang loba

menciptakan perangkap.

Hati yang bersih

menjauhkan masalah.

Hati yang licik

mendatangkan musuh.

=================================

MARAH

Sekali marah

Sukacita hilang.

Dua kali marah

Akal sehat terbang.

Tiga kali marah

Tekanan darah naik.

Empat kali marah

teman-teman pergi.

Lima kali marah

Jadi cepat tua.

Enam kali marah

Pintu dosa terbuka.

============================

BANYAK

Dalam hidup ini…

Berdoalah yang banyak,

agar hati tenang.

Taburlah yang banyak,

agar menuai banyak.

Bertanyalah yang banyak,

agar ilmu bertambah.

Bacalah yang banyak,

agar jadi lebih bijak.

Lihatlah yang banyak,

agar tambah pengalaman.

Dengarlah yang banyak,

agar penuh pertimbangan.

Jalan-jalanlah yang banyak,

agar tidak kuper.

Kerjalah yang banyak,

agar tidak kekurangan.

Dan…banyaklah humor,

agar sehat dan awet muda.

=================================

SEDIKIT

Dalam hidup ini…

Kerja hati-hatilah sedikit,

agar luput dari celaka.

Selesai kerja santailah sedikit,

agar kekuatan pulih kembali.

Sampai rumah happy-lah sedikit,

agar keluarga senang.

Ada persoalan tenanglah yang sedikit,

agar tidak salah langkah.

Dalam pergaulan senyumlah sedikit,

agar banyak kawan.

Kalau makan pantanglah sedikit,

agar tidak kena stroke.

Sama lingkungan perdulilah sedikit,

agar dapat jadi berkat.

Kalau bertindak berimanlah sedikit,

agar diberkati Tuhan.

Dan…jadi orang cincai-lah sedikit,

agar tidak stress.

===================================

KURANGI & PERBANYAK

Dalam hidup ini…

Kurangi ucapan yang mendendam,

perbanyak ucapan

yang mengasihi.

Kurangi kata-kata yang mengejek,

perbanyak kata-kata

yang menghargai.

Kurangi kata-kata yang melemahkan,

perbanyak kata-kata

yang mendorong.

Kurangi perkataan yang menolak,

perbanyak perkataan

yang memperhatikan.

Kurangi kata-kata kritik,

perbanyak perkataan

yang membangun.

Kurangi kata-kata yang sia-sia,

perbanyak kata-kata

yang mendatangkan inspirasi.

Kurangi kata-kata yang kasar,

perbanyak kata-kata

yang lemah lembut.

NEXT.. - KATA-KATA

20.53

– Ketahuilah Olehmu… –

Jika kamu merasa lelah dan tak berdaya dari usaha yang sia-sia,

Allah sudah punya jawabannya.

Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan merasa kamu tertekan,

Allah sudah menghitung air matamu.

Allah sedang menunggu bersamamu.

Allah selalu berada disampingmu.

Allah mempunyai Cinta dan Kasih yang besar dari segalanya dan Dia telah menciptakan seseorang yang akan menjadi pasangan hidupmu kelak.

Allah tahu apa yang ada didepanmu dan ditelah mempersiapkan segala yang terbaik untukmu.

Allah dapat menyembuhkan lukamu dan membuatmu tersenyum.

Allah sedang berbisik kepadamu.

Allah telah memberkatimu.

Allah telah tersenyum kepadamu.Ketika kau memiliki tujuan untuk dipenuhi dan mimpi untuk yang digenapi,

NEXT.. - – Ketahuilah Olehmu… –

20.52

KISAH DUA TUKANG SOL

Mang Udin, begitulah dia dipanggil, seorang penjual jasa perbaikan sepatu yang sering disebut tukang sol. Pagi buta sudah melangkahkan kakinya meninggalkan anak dan istrinya yang berharap, nanti sore hari mang Udin membawa uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Mang Udin terus menyusuri jalan sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil.

Perut mulai keroncongan. Hanya air teh bekal dari rumah yang mengganjal perutnya. Mau beli makan, uangnya tidak cukup. Hanya berharap dapat order besar sehingga bisa membawa uang ke rumah. Perutnya sendiri tidak dia hiraukan.

Di tengah keputusasaan, dia berjumpa dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri. “Pasti, si Abang ini sudah dapat uang banyak nich.” pikir mang Udin. Mereka berpapasan dan saling menyapa. Akhirnya berhenti untuk bercakap-cakap.

“Bagaimana dengan hasil hari ini bang? Sepertinya laris nich?” kata mang Udin memulai percakapan.

“Alhamdulillah. Ada beberapa orang memperbaiki sepatu.” kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang Soleh.

“Saya baru satu bang, itu pun cuma benerin jahitan.” kata mang Udin memelas.

“Alhamdulillah, itu harus disyukuri.”

“Mau disyukuri gimana, nggak cukup buat beli beras juga.” kata mang Udin sedikit kesal.

“Justru dengan bersyukur, nikmat kita akan ditambah.” kata bang Soleh sambil tetap tersenyum.

“Emang begitu bang?” tanya mang Udin, yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur.

“Insya Allah. Mari kita ke Masjid dulu, sebentar lagi adzan dzuhur.” kata bang Soleh sambil mengangkat pikulannya.

Mang udin sedikit kikuk, karena dia tidak pernah “mampir” ke tempat shalat.

“Ayolah, kita mohon kepada Allah supaya kita diberi rezeki yang barakah.”

Akhirnya, mang Udin mengikuti bang Soleh menuju sebuah masjid terdekat. Bang Soleh begitu hapal tata letak masjid, sepertinya sering ke masjid tersebut.

Setelah shalat, bang Soleh mengajak mang Udin ke warung nasi untuk makan siang. Tentu saja mang Udin bingung, sebab dia tidak punya uang. Bang Soleh mengerti,

“Ayolah, kita makan dulu. Saya yang traktir.”

Akhirnya mang Udin ikut makan di warung Tegal terdekat. Setelah makan, mang Udin berkata,

“Saya tidak enak nich. Nanti uang untuk dapur abang berkurang dipakai traktir saya.”

“Tenang saja, Allah akan menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah.” kata bang Soleh tetap tersenyum.

“Abang yakin?”

“Insya Allah.” jawab bang soleh meyakinkan.

“Kalau begitu, saya mau shalat lagi, bersyukur, dan mau memberi kepada orang lain.” kata mang Udin penuh harap.

“Insya Allah. Allah akan menolong kita.” Kata bang Soleh sambil bersalaman dan mengucapkan salam untuk berpisah.

Keesokan harinya, mereka bertemu di tempat yang sama. Bang Soleh mendahului menyapa.

“Apa kabar mang Udin?”

“Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya sudah mengikuti saran Abang, tapi mengapa koq penghasilan saya malah turun? Hari ini, satu pun pekerjaan belum saya dapat.” kata mang Udin setengah menyalahkan.

Bang Soleh hanya tersenyum. Kemudian berkata,

“Masih ada hal yang perlu mang Udin lakukan untuk mendapat rezeki barakah.”

“Oh ya, apa itu?” tanya mang Udin penasaran.

“Tawakal, ikhlas, dan sabar.” kata bang Soleh sambil kemudian mengajak ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi.

Keesokan harinya, mereka bertemu lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Mang Udin yang berhari-hari ini sepi order berkata setengah menyalahkan lagi,

“Wah, saya makin parah. Kemarin nggak dapat order, sekarang juga belum. Apa saran abang tidak cocok untuk saya?”

“Bukan tidak, cocok. Mungkin keyakinan mang Udin belum kuat atas pertolongan Allah. Coba renungkan, sejauh mana mang Udin yakin bahwa Allah akan menolong kita?” jelas bang Soleh sambil tetap tersenyum.

Mang Udin cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa hatinya sedikit ragu. Dia “hanya” coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Soleh.

“Bagaimana supaya yakin bang?” kata mang Udin sedikit pelan hampir terdengar.

Rupanya, bang Soleh sudah menebak, kemana arah pembicaraan.

“Saya mau bertanya, apakah kita janjian untuk bertemu hari ini, disini?” tanya bang Soleh.

“Tidak.”

“Tapi kenyataanya kita bertemu, bahkan 3 hari berturut. Mang Udin dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika bukan Allah yang mengatur, siapa lagi?” lanjut bang Soleh. Mang Udin terlihat berpikir dalam. Bang Soleh melanjutkan, “Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Allah, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut. Kita tidak menyangka Allah akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin.”

Mang Udin manggut-manggut. Sepertinya mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.

“OK dech, saya paham. Selama ini saya akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Allah sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih abang.” kata mang Udin, matanya terlihat berkaca-kaca.

“Berterima kasihlah kepada Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Allah.”

Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimist bahwa hidup akan lebih baik.

NEXT.. - KISAH DUA TUKANG SOL

20.49

Batman Dan Mbah Gendeng

“Huh, siyal, masa’ bocor lagi sih”, ujar Batman gemas sambil menendang pintu BatMobile-nya perlahan. Meskipun kesal, ia masih cukup sadar untuk tidak melampiaskannya kepada kendaraan tercintanya, yang cicilannya belum lunas itu. Dengan susah payah, ia mendorong mobilnya ke pinggir, ke sebuah tambal ban yang kebetulan berada tidak jauh dari situ.

Mbah Gendeng – Nambal Ban Sejak 1911

Begitu tulisan yang tertera di atas “bengkel” kecil yang didirikan seadanya di bawah sebuah pohon beringin besar.

“Bannya bocor ya, nak?”, tanya seorang kakek tua yang tiba-tiba muncul dari balik pohon.

“Iya, mbah”, jawab Batman lesu, “sudah kedua kalinya nih. Padahal baru sekitar 5km lalu bocor dan ditambal.”

“Hmmm…”, mbah Gendeng mengangguk-anggukan kepalanya dan mulai mempersiapkan peralatannya. Bak air sabun untuk memeriksa bagian ban yang bocor, dongkrak, pompa angin, dan sebagainya. “Silahkan duduk dulu aja di kursi kayu itu, nak. Biar mbah kerjakan dulu bannya.”


45 menit berlalu, Batman mulai gak sabar. Maklum, ia lagi semangat-semangatnya untuk bangkit kembali dari keterpurukannya dan ingin segera sampai ke WTC untuk membuka gerai HP. Ditambah lagi, seekor kura-kura berseragam “Bukan Express” yang tadi disalipnya kini sudah berjalan melewati tempat ia duduk. “Masa’ Batman kalah cepet ama kura-kura”, pikir Batman dalam hati. Penasaran, ia mendekati Mbah Gendeng dan mengintip kerjanya.

“Pantesan aja lama!”, sergah Batman kasar. “Lha wong kerjanya lambat banget gini! Apa gak bisa lebih cepet lagi, mbah?!”

Mbah Gendeng meletakkan ban dalam BatMobile yang sedang ia pegang dan menoleh ke arah Batman. Tatapannya yang tajam membuat Batman secara tidak sadar mundur selangkah ke belakang. Tanpa disangka, dengan tidak kalah kerasnya, Mbah Gendeng balik bertanya, “Memangnya kamu pikir pekerjaan ini tidak penting sehingga harus dikerjakan dengan terburu-buru?”

“Memang begitu, kan? Cuman nambal ban ini, apa pentingnya? Jauh lebih penting pekerjaanku yang ke sana kemari buat nyelamatin dunia dari orang jahat! Mbah tahu kan kalo aku ini Batman?!”

“Iye, terus so what gitu loh, mau situ Superman kek, Batman kek, Barack Obama kek, SBY kek, tetep aja, jangan pernah ngeremehin pekerjaan saya!”

Batman sudah akan membuka mulutnya lagi untuk menjawab, namun kakek tua itu tidak mau kalah cepat dan melanjutkan kata-katanya.

“Dengarkan baik-baik, anak muda. Coba pikir. Seandainya tadi kamu dalam perjalanan untuk menyelamatkan ribuan orang dan banmu bocor, apa bukan berarti yang saya kerjakan ini tidak sama pentingnya dengan pekerjaanmu? Dengan memperbaiki ban bocormu dengan baik dan teliti, secara tidak langsung saya suda membantu kamu menyelamatkan mereka — ribuan orang itu.”

“Tidak usah muluk-muluk. Setiap ban bocor yang saya perbaiki pasti berhasil membawa pengemudinya tiba dengan selamat sampai di rumah. Coba bayangkan apabila saya melakukannya dengan asal-asalan. Bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, bukan?”

“Lihat ban dalammu ini”, Mbah Gendeng menyodorkan dua buah ban dalam BatMobile yang sedang ia kerjakan. “Perhatikan ini, bekas tambalan yang dilakukan oleh penambal ban sebelumnya. Kasar dan kurang kuat rekatannya. Itu sebabnya tadi ban mobilmu bocor lagi. Masih untung tidak terjadi apa-apa. Dan ini, yang ada di kanan, adalah hasil tambalan ban yang aku lakukan. Bandingkan!”

Batman tercenung. Ia memperhatikan ban dalam pada bagian yang ditunjukkan oleh Mbah Gendeng dan ternyata memang benar, pekerjaannya kurang baik. Bahkan jauh dibandingkan hasil pekerjaan Mbah Gendeng. Padahal tadi ia cukup senang dan memberi tips lebih kepada penambal ban sebelumnya karena kerjanya hanya butuh waktu 5 menit saja.

Dengan menunduk, Batman mohon maaf kepada Mbah Gendeng dan beringsut kembali ke kursi kayu untuk menunggu. Di satu sisi, ia malu terhadap apa yang telah ia lakukan, namun di sisi lain, ia gembira karena mendapat pelajaran baru tentang hidup dan juga tentang bisnis.

“Aku pasti tidak akan kalah oleh Peter Parker”, ujar Batman dalam hati sembari tersenyum.


Sumber : http://dongengmotivasi.com/batman-dan-mbah-gendeng.htm
NEXT.. - Batman Dan Mbah Gendeng